liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Mengenal 6 Tradisi Suku Tengger yang Menarik dan Bermakna Sakral

Jawa Timur merupakan daerah yang kaya akan seni, budaya dan tradisi. Berbagai tradisi daerah di daerah tersebut memiliki latar belakang yang beragam, dan masih dipertahankan hingga saat ini. Salah satunya adalah tradisi suku Tengger.

Mengutip goodnewsfromindonesia.id, suku Tengger merupakan masyarakat yang berasal dari dataran tinggi Bromo-Tengger-Semeru. Penduduknya menempati wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo dan Malang.

Tradisi suku Tengger yang terkenal antara lain upacara Kasada atau Yadnya Kasada. Lalu, ada upacara Mecaru, dan lainnya. Beberapa tradisi suku Tengger masih dilakukan hingga saat ini, dan masing-masing memiliki makna yang sakral.

Tradisi Suku Tengger

Berikut penjelasan beberapa tradisi suku tengger yang dihimpun dari berbagai sumber.

1. Yadnya Kasada

Tradisi suku Tengger yang pertama adalah upacara Kasada atau Yadnya Kasada. Upacara ini merupakan kelanjutan dari sistem kepercayaan prasejarah yang berpusat pada pemujaan terhadap roh leluhur dan pemujaan terhadap Gunung Bromo sebagai poros dunia atau axis mundi.

Kasada adalah upacara persembahan (gelabuh) dari keturunan R. Kesuma di kawah Gunung Bromo sesuai dengan kepercayaan agama masyarakat Tengger. Kasada diadakan setiap tahun, asada korban, pada bulan purnama ke-14. Kasada sama dengan sedekah duniawi dan sebagai tanda syukur atas segala karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Beberapa hari sebelum Festival Kasada dimulai, masyarakat akan melakukan presentasi yang berisi berbagai jenis hasil pertanian dan peternakan. Pada malam upacara, mereka akan membawa ongkek berisi sesajen ke pura secara masal. Tepat tengah malam akan dilakukan upacara pengukuhan dukun dan pemberkatan umat di pura.

Setelah upacara selesai, ongkek-ongkek yang berisi berbagai sesaji akan dibawa dari kaki gunung ke puncak gunung. Setibanya di puncak, mereka akan membuang sesajen ke kawah Gunung Bromo sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka.

2. Unan-Unan

Tradisi suku Tengger selanjutnya adalah Unan-Unan. Upacara ini diadakan untuk menyelaraskan kembali alam karena satu bulan dibuang pada tahun manis atau tahun kabisat.

Dalam bahasa Tengger, Unan-Unan berarti menyempurnakan bulan yang hilang agar bisa utuh kembali. Uniknya, acara ini diadakan setiap lima tahun sekali dan wajib diadakan di setiap desa.

Tujuan Unan-Unan juga untuk memberi sedekah kepada alam dan manusianya, serta kepada mereka yang menjaga mata air, desa dan tanah untuk pertanian.

Unan-Unan juga sering disebut sebagai desa bersih, yang dimaknai membebaskan desa dari gangguan spiritual atau bhutakala dan sebagai bentuk doa agar terhindar dari penyakit dan terhindar dari penderitaan hidup.

Pada kesempatan ini masyarakat akan menyembelih seekor kerbau. Pemilihan hewan kurban ini karena masyarakat Tengger percaya bahwa kerbau adalah hewan pertama yang muncul di muka bumi. Saat upacara berlangsung, semua orang bergotong royong mempersiapkan segala persiapan dan mengesampingkan perbedaan agama.

3. Dewan Makaru

Tradisi suku Tengger yang ketiga adalah upacara mecaru. Pelaksanaan dimulai pada pagi hari di masing-masing desa kemudian dilanjutkan pada sore hari, dimana seluruh umat Hindu Tengger di Gunung Bromo melanjutkan upacara bersama Mecaru atau Tawur Agung Kesanga yang dipusatkan di lapangan Telogosari, Tosari, Pasuruan.

Upacara yang diikuti ribuan umat Hindu Tengger di kawasan Gunung Bromo itu kemudian dilanjutkan dengan puluhan ogoh-ogoh yang berbaris ke masing-masing desa di Kecamatan Tosari, Tutur (Nongkojajar) dan Puspo.

Umat ​​Hindu Suku Tengger yang telah bersih dari pengaruh sifat buruk, selanjutnya melakukan Catur Berata Penyepian yaitu tidak menyalakan api (Amati Geni), tidak bekerja (Amati Karya), tidak bepergian (Amati Lelungan ), dan tidak memiliki. menyenangkan (Menonton Perjalanan). .

Mecaru adalah rangkaian prosesi upacara yang dilakukan oleh umat Hindu dalam rangka memperingati Hari Raya Nyepi sebagai upaya introspeksi diri untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widi, sesama manusia, dan lingkungan sekitar, atau yang disebut dengan Tri Hita Karana.

4. Perayaan Hari Karo

Hari Karo bagi masyarakat Tengger merupakan hari raya terbesar. Kedatangan hari ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tengger. Pada dasarnya, Karo dirayakan bersamaan dengan Nyepi.

Dalam tradisi suku Tengger, masyarakat Tengger akan mengadakan prosesi membawa hasil panen. Kemudian ada juga pertunjukan kesenian tradisional seperti pertunjukan Tari Sodoran. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan ziarah sanak saudara dan tetangga.

5. Upacara Pujian Mubeng

Diselenggarakan pada bulan kesembilan atau Panglong Kesanga yaitu pada hari kesembilan setelah bulan purnama. Dalam tradisi masyarakat Tengger ini, seluruh warga berkeliling kampung bersama dukun sambil memukul ketipung. Mereka berjalan dari perbatasan timur desa mengitari empat penjuru desa.

Upacara ini bertujuan untuk membersihkan desa dari gangguan dan bencana. Tur diakhiri dengan makan di rumah dukun. Makanan yang disajikan merupakan hasil sumbangan dari warga desa.

6. Ritual Ojung

Ojung merupakan salah satu kesenian asli suku Tengger. Tradisi suku Tengger yang satu ini adalah pertarungan satu lawan satu dengan menggunakan senjata yang terbuat dari rotan.

Kedua petarung akan saling mencambuk dengan tongkat. Pemenang Ojung adalah peserta yang lebih banyak mencambuk. Ojung bisa diikuti oleh laki-laki suku Tengger dari usia 17 hingga 50 tahun.

Tak hanya sebagai kesenian, Ojung juga digelar sebagai bentuk ritual meminta hujan kepada Sang Pencipta dan biasanya dilakukan pada musim kemarau.