liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Mengenal Ragam Upacara Adat Pemakaman di Indonesia Beserta Maknanya

Budaya Indonesia dikenal sangat beragam, setiap daerah memiliki ciri khas budayanya masing-masing yang tersebar di seluruh nusantara. Tak hanya kaya akan berbagai kesenian, tapi juga berbagai upacara adat khas daerah. Salah satu adat istiadat yang berkembang di Indonesia adalah adat upacara kematian atau adat pemakaman.

Upacara pemakaman adat setiap suku dan daerah memiliki ciri khas tersendiri. Mulai dari pawai yang dilakukan secara terbuka, hingga tradisi pemakaman yang dirayakan.

Dilansir dari kemdikbud.go.id. Berikut adalah sederet tradisi penguburan yang bisa ditemukan di nusantara.

1. Batu Lemo, Toraja

Batu Lemo adalah upacara penguburan tradisional Toraja. Dalam adat penguburan ini, peti mati tidak dikubur, melainkan disimpan dalam lubang di tebing batu. Sebuah lobang biasanya akan diisi dengan jenazah satu keluarga yang kemudian akan ditutup dengan kayu dan diletakkan sebuah arca di depannya.

Suku ini percaya bahwa semakin tinggi letak makam maka semakin dekat pula keluarga almarhum dengan Tuhan. Kawasan Batu Lemo kemudian berkembang menjadi salah satu kawasan wisata unggulan di daerah Toraja.

2. Passiliran Kambira, Toraja

Selain di Batu Lemo, masyarakat Toraja yang menganut kepercayaan Aluk Tolodo melakukan upacara Passiliran. Tradisi ini merupakan ritus adat penguburan bayi yang telah meninggal, dengan memasukkannya ke dalam lubang pohon tarra dalam keadaan meringkuk seperti dalam kandungan. Pohon ini dilubangi searah dengan rumah si bayi, kemudian ditutup dengan sabut kelapa.

Pohon tarra dipilih karena memiliki getah berwarna putih dan diibaratkan air susu ibu. Upacara ini dipercaya dapat membawa arwah bayi selamat ke alam baka. Meski berlubang, pohon tarra tetap bisa tumbuh dengan baik dan lubang kubur bayi akan menutup dengan sendirinya setelah 20 tahun.

Biasanya dalam satu pohon tidak hanya diisi satu kuburan, tetapi bisa menampung lebih dari 10 bayi. Jumlah bayi di pohon bisa dilihat dari jendela pohon palem di dalam kotak. Pohon tarra telah menjadi tempat pemakaman bayi selama bertahun-tahun.

Namun jika berkunjung ke Kampung Kambira dan melihat pohon tersebut, pengunjung tidak akan mencium bau busuk meski lubangnya hanya tertutup sabut kelapa. Selain itu, batang pohon tarra tidak pernah kehabisan ruang untuk kuburan baru, sehingga masyarakat tidak kesulitan mencari kuburan untuk bayinya.

Dipercayai bahwa bayi yang telah meninggal akan tumbuh dan tumbuh lagi ketika pohon tarra tumbuh. Pohon yang mengandung bayi juga dilarang ditebang karena sama saja dengan memutus kelangsungan hidup bayi.

Keunikan lainnya adalah posisi makam juga bisa ditentukan dari kasta keluarga si bayi. Semakin tinggi kasta dalam masyarakat, semakin tinggi lubang kuburan di batang pohon.

3.Brobosan, Jawa

Orang Jawa juga memiliki upacara pemakaman tradisional yang menarik yang disebut Brobosan. Upacara pemakaman adat ini sebenarnya merupakan penghormatan terhadap jenazah dan diharapkan keberuntungan diturunkan kepada anggota keluarga yang melakukan brobosan.

Upacara pemakaman adat Brobosan dilakukan dengan mengangkat peti jenazah setinggi mungkin, kemudian keluarga yang ditinggalkan harus berjalan di bawahnya.

4.Ngaben, Bali

Ngaben adalah upacara pemakaman tradisional dari Bali, yang berupa upacara ngaben. Prosesi ini seringkali megah dan mewah, lengkap dengan prosesi dan dekorasinya. Dimana ngaben pada dasarnya memiliki 3 tujuan utama.

Salah satu tujuannya adalah melepaskan roh dari dunia, mengembalikan unsur material dari manusia. Selain itu, sebagai bentuk keikhlasan kepada keluarga yang ditinggalkan.

5. Waruga, Minahasa

Dulu, masyarakat Minahasa juga memiliki tradisi membuat makam yang nantinya akan ditempati sendiri. Mereka juga percaya bahwa makam itu harus dibuat seindah mungkin untuk menghormati arwah. Waruga adalah sebuah makam yang terdiri dari dua buah batu.

Batu pertama berbentuk dada dan batu kedua berbentuk piramid. Biasanya waruga akan dihiasi dengan ukiran binatang, manusia, tumbuhan, atau geometri. Beberapa waruga juga memiliki hiasan berupa cerita kehidupan manusia.

6. Sirang-sirang, suku Karo

Sirang-sirang adalah upacara pemakaman yang dilakukan dengan cara ngaben. Upacara Sirang-sirang dilakukan oleh masyarakat Batak Karo dengan suku Sembiring. Bedanya dengan upacara ngaben lainnya, proses ngaben dalam upacara Sirang-sirang hanya dilakukan oleh seorang dukun dan 4 sindapur (kremator).

Saat dikremasi, anggota keluarga harus pulang. Setelah dikremasi, disarankan juga agar abunya segera dibuang ke sungai terdekat. Tidak lupa segala perlengkapan dalam melakukan perawatan jenazah agar tidak digunakan oleh mereka yang menganut ilmu hitam.

7.Tiwah Dayak

Upacara Tiwah adalah upacara pemakaman tradisional yang diadakan untuk seseorang yang telah meninggal dan ditempatkan di runi atau peti mati. Ritual ini bertujuan meluruskan perjalanan Salumpuk Liau menuju Lewu Tatau dalam konsep kematian Dayak Ngaju. Selain itu, Ritual Tiwah juga diadakan sebagai prosesi untuk menghilangkan kesialan dari keluarga yang ditinggalkan.

Masyarakat Dayak Ngaju umumnya menganut kepercayaan setempat yaitu Kaharingan. Bagi mereka kematian merupakan tahap awal bagi manusia untuk mencapai alam abadi yaitu alam roh. Manusia yang telah meninggal akan menjelma menjadi makhluk halus yang mereka sebut Liau atau Liaw.

Liaw ini harus disampaikan kepada Lewu Liaw atau atau Lewu Tatau atau alam roh dalam proses yang disebut Tiwah. Dengan demikian, Ritual Tiwah merupakan kewajiban bagi masyarakat Dayak Ngaju baik secara moral maupun sosial. Masyarakat percaya bahwa liaw yang tidak disampaikan melalui Tiwah akan tetap tinggal di dunia dan tidak dapat masuk surga.

Upacara Tiwah memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Dayak Ngaju. Mereka akan menyiapkan Tiwah berbulan-bulan sebelum pelaksanaan. Pelaksanaannya juga membutuhkan waktu yang lama, antara tiga hari, tujuh hari, bahkan sampai satu bulan.

Tujuan diadakannya upacara pemakaman adat besar ini adalah agar keluarga yang ditinggalkan dapat beristirahat dengan tenang. Kedamaian itu datang karena adanya keyakinan bahwa keluarga orang yang telah meninggal telah dikirim ke alam baka melalui Tiwah. Selain itu, prosesi ini juga diharapkan dapat menghindarkan keluarga dari penyakit dan musibah.

8. Ibu, Asmat

Tidak hanya Mesir, Indonesia juga mengadakan upacara pemakaman tradisional berupa mengawetkan jenazah. Tradisi penguburan yang bisa ditemukan di Papua ini dilakukan oleh suku Asmat.

Praktek mumifikasi suku Asmat biasanya hanya dilakukan untuk pemimpin klan atau panglima perang, yang dimumikan dengan bahan tradisional untuk memuliakan makna sejarah dan agama mereka.