liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Mengenal Tari Tradisional Cokek, Akulturasi Budaya Betawi dan Tionghoa

Tari tradisional Cokek merupakan kesenian yang berasal dari Provinsi DKI Jakarta. Tari cokek merupakan salah satu ikon masyarakat Betawi. Tari tradisional ini biasanya dibawakan dengan iringan Gambang Kromong.

Tari Cokek merupakan kesenian yang lahir pada masyarakat Betawi-Tionghoa di pinggiran ibu kota Jakarta, yaitu di Teluk Naga, Tangerang. Dapat dikatakan bahwa tarian tradisional ini merupakan hasil akulturasi budaya antara Betawi dan Tionghoa.

Dilansir Clarissa Amelinda dalam publikasi berjudul Eksistensi Tari Cokek Hasil Penggarapan Budaya Tionghoa dengan Budaya Betawi, cokek merupakan salah satu bentuk hiburan unggulan, karena cepat menyebar dan juga populer di kalangan masyarakat Betawi dari kota hingga pinggiran kota. warga Betawi.

Sejarah dan Makna Tari Tradisional Cokek

Nama Cokek sendiri berasal dari bahasa Hokkien yaitu chiou-khek yang berarti menyanyikan lagu. Dalam bahasa Mandarin juga dibaca sebagai Chang ge. Tari Cokek sudah dikenal masyarakat Betawi sejak awal abad ke-20.

Pada awalnya Tari Cokek dikembangkan oleh seorang tuan tanah yang berasal dari Cina di Batavia. Dalam sejarah kesenian Tari Cokek tidak disebutkan secara pasti kapan jenis tarian tradisional ini muncul di masyarakat. Tidak jelas siapa karakter atau aktor pertama yang memperkenalkan tarian nekat ini sambil menggoyangkan pinggulnya.

Biasanya cokek akan dipanggil untuk memeriahkan upacara atau hajatan agar lebih semarak. Cokek tidak hanya bertugas memeriahkan hajatan dengan nyanyian atau tarian. Mereka juga membantu para tamu di jamuan makan, seperti menuangkan minuman, menyiapkan lauk pauk dan lainnya.

Kokas ini dikenal sebagai wanita yang luwes dalam melakukan pekerjaan apapun. Dalam perkembangannya, cokek kemudian dimaknai sebagai tarian tradisional suku Betawi. Tarian pergaulan ini sering diiringi oleh orkestra Gambang Kromong dalam setiap pertunjukannya.

Bahkan Tari Cokek sering diiringi oleh sekelompok penari wanita yang disebut wayang cokek. Pada setiap pementasan Tari Cokek, penonton akan diajak untuk mengikuti tarian unik ini berpasangan dengan Cokek. Masyarakat Betawi biasa menyebut kegiatan menari bersama ini sebagai ‘ngibing cokek’.

Penari cokek sengaja menampilkan ekspresi genit dan sorot mata tajam. Tujuannya untuk menarik tamu pria agar juga menari berpasangan di atas panggung. Pada tahun 1970-an, kesenian Cokek hanya melayani tamu atau perayaan Tionghoa.

Dengan kata lain, sebelumnya tari Cokek dan musik Gambang Kromong hanya dimiliki oleh para perajin golongan keturunan Tionghoa untuk melayani para tuan tanah yang kaya.

Dalam perjalanannya, Tarian Cokek mendapat dukungan dan kritik dari masyarakat sekitar. Kritik ini muncul karena gerak-gerik para penari Cokek dianggap tidak bermoral atau hambar.

Namun di sisi lain, tarian tradisional ini juga memiliki makna positif tersendiri dari setiap gerakannya. Salah satunya adalah gerakan tangan ke atas yang artinya meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Tari Cokek juga terdapat gerakan menunjuk ke arah mata, yang berarti usaha manusia untuk menjaga dari hal-hal yang buruk atau negatif.

Selain itu, gestur terakhir yang dianggap bermakna adalah gestur menunjuk ke dahi. Gerakan ini berarti bahwa orang harus menggunakan akal sehat untuk memikirkan hal-hal yang positif. Tari Cokek dewasa ini telah banyak mengalami perubahan akibat pengaruh budaya dan globalisasi.

Gerakan Tari Tradisional Cokek

Tari Cokek yang berkembang di Betawi saat ini merupakan tarian hasil akulturasi budaya antara masyarakat Tionghoa, Banten dan Betawi. Karena letaknya yang dekat dengan ibu kota Jakarta, penyebaran dan perkembangan tari Cokek kini semakin berkembang di Jakarta.

Bentuk tari Cokek saat ini sangat berbeda dengan bentuk yang pernah ada di kalangan masyarakat Betawi, baik dari segi gerak, busana, rias wajah maupun musik yang mendukung tari Cokek itu sendiri.

Sebelum pertunjukan tari tradisional ini digelar, wayang kulit dipertunjukkan terlebih dahulu. Gerakan Tari Cokek juga cukup sederhana dan mudah diikuti. Dimana penari cokek berbaris sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kramong.

Lengan penari direntangkan setinggi bahu mengikuti gerakan kaki. Selanjutnya para penari mengajak penonton untuk menari bersama. Caranya dengan terlebih dahulu mengenakan selendang pada tamu kehormatan tersebut.

Saat tamu berjilbab siap menari, penari dan tamu akan mulai menari berpasangan. Setiap pasangan berhadapan dalam jarak dekat tetapi tidak bersentuhan. Namun ada kalanya pasangan saling membelakangi.

Jika ruang yang disediakan luas, pasangan penari dapat melakukan gerakan melingkar. Ada beberapa warna selendang yang digunakan untuk menari, seperti merah, hijau, ungu, kuning, pink, atau biru. Pakaian yang dikenakan oleh Penari Cokek berupa baju kurung dan celana yang terbuat dari sejenis sutera dengan warna yang mencolok.

Keliman bawah celana biasanya dihiasi dengan kain. Syal panjang yang diikatkan di pinggang dengan kedua ujungnya menjuntai ke bawah. Rambut penari disisir rapi ke belakang.

Namun, ada juga yang dikepang kemudian disanggul dengan bentuk yang tidak terlalu besar, kemudian dihias dengan jepit rambut yang bergoyang. Kemudian dihiasi dengan benang wol yang dikepang atau dirajut. Menurut istilah setempat disebut “burung hong”.

Burung hong menurut istilah berasal dari kata “feng huang” yang berasal dari bahasa Hakka, Cina Daratan. Feng huang adalah burung mitologi sejenis pheonix yang dipercaya sebagai burung pembawa keberuntungan.