Tari tradisional Jepang merupakan kesenian yang berasal dari Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Tarian tradisional yang berasal dari daerah pesisir Sungai Mahakam ini memiliki corak budaya melayu serta beberapa adat ketimuran.
Tari tradisional ini merupakan salah satu bentuk adat Melayu-Islam yang dinamis, energik, menarik dan bersahaja. Nuansa melayu sangat kental dari tarian tradisional ini mulai dari gerak, pakaian hingga make-up yang digunakan.
Menurut N. Arie Any dalam buku Mari Kenali Indonesia: Kalimantan 1 (2010), tarian ini digunakan untuk menghibur para raja pada masa kesultanan Kutai Kartanegara yang sedang menjalani pengobatan. Namun dalam perkembangannya Tari Jepang juga dapat dihadirkan sebagai tanda pergaulan atau persahabatan.
Misalnya, berjanji, berbelas kasih, dan lainnya. Pada tahun 1970-an tarian ini berkembang menjadi tarian penyambutan tamu daerah, upacara pernikahan, dan untuk mengisi acara hari besar lainnya.
Tari tradisional Jepang termasuk tarian pergaulan yang biasanya dilakukan secara berpasangan, namun tarian ini juga dapat dilakukan secara individu.
Kisah Di Balik Tarian Tradisional Jepang
Tarian Jepen bercerita tentang seorang gadis suku Kutai yang tinggal di pedalaman Kutai Kartanegara. Gadis-gadis suku Kutai melakukan kegiatan bercocok tanam setiap hari. Saat musim panen tiba, sebelum fajar para gadis Kutai memulai aktivitasnya dengan menabur benih.
Selanjutnya mereka akan menanam padi, dengan ketekunan, kerja keras dan kerja sama. Mereka juga berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatkan hasil yang terbaik, dan apa yang mereka tanam bisa melimpah. Alhasil, mereka senang dan gembira ketika hasil panen mereka banyak, maka mereka akan merayakannya dengan pesta panen.
Tarian Jepang ini biasanya diiringi oleh alat musik tradisional khas Kutai, Kalimantan Timur, yaitu tingkilan. Mengutip dari situs Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara, tingkilan merupakan alat musik khas Kalimantan Timur. Tingkilan menghasilkan musik yang mirip dengan nuansa musik khas Melayu.
Dalam mengiringi Tari Jepang, alat musik yang sering digunakan antara lain kecapi atau sejenis gitar berdawai enam, ketipung atau gendang kecil, dan biola. Tarian ini juga diiringi dengan lagu yang dibawakan oleh dua orang penyanyi yang saling berteriak. Lagu adalah puisi yang berisi nasihat atau pesan moral.
Jenis Tarian Tradisional Jepang
Tari tradisional Jepang terbagi menjadi dua jenis, Tari Eroh Jepang dan Tari Mahakam Genjoh Jepang. Tarian Eroh Jepang termasuk dalam tarian tradisional yang diciptakan tanpa meninggalkan unsur utama dan gerak tari asli. Dalam bahasa Kutai, ‘eroh’ artinya banyak atau bahagia.
Jenis Jepeh Eroh memiliki beberapa variasi seperti jenis kehormatan, jenis anak, dan lain-lain. Sedangkan Genjoh Mahakam Jepang merupakan tarian yang gerakannya hampir sama dengan tarian tradisional Jepang. Tari Jepang Genjoh Mahakam mewakili budaya asli Melayu.
Beberapa contoh gerak tari genjoh Jepang diantaranya adalah gerak ombak, setengah samba dan sebagainya. Dalam pementasannya, para penari mengenakan perpaduan pakaian adat melayu yang kental dengan nuansa islami. Terkadang pakaian yang digunakan para penari juga dimodifikasi dengan campuran adat Indonesia.
Penari Jepang menggunakan riasan minimalis. Penarinya tetap dibuat dengan postur tubuh yang santun dan manis namun tetap terlihat bersahaja. Terkadang para penari tarian tradisional ini juga dilengkapi dengan selendang sebagai perlengkapan tambahan.
Penambahan selendang dimaksudkan agar penari Tari Jepang terlihat lebih menarik dan energik serta penuh keanggunan dengan musik pengiringnya. Gerak tari tradisional juga dikelompokkan sesuai dengan jenisnya. Tari Jepang Eroh dan Tari Jepang Genjoh Mahakam cenderung memiliki gerakan yang sama dengan tarian Melayu lainnya.
Seperti gerak ombak, setengah samba, samba penuh, ayunan anak, jalan kanyak, saluang kesana kemari, dan gerak taktis. Adapun Tari Eroh Jepang lebih dinamis dan disesuaikan dengan kreatifitas masyarakat saat ini.