Mie Aceh merupakan salah satu masakan khas yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam. Keistimewaan masakan ini adalah mie yang disiram kuah kari kental berbumbu rempah, ditambah aneka lauk di dalamnya.
Jika memasak mie pada umumnya menggunakan daging sapi, ayam atau aneka hewan laut, maka mie Aceh menggabungkan semua masakan tersebut. Hidangan khas Aceh ini menggunakan campuran daging sapi, ayam, domba, bahkan berbagai olahan seafood seperti cumi dan kepiting.
Tak perlu khawatir soal rasa, aneka bumbu khas Aceh seperti cabai, merica, jinten, kapulaga dan kunyit menjadi bahan dasar membuat kuah kari ini. Jadi, hidangan ini memiliki cita rasa yang lengkap.
Mie Aceh berbeda dengan mie pada umumnya. Bahan dasar olahan mie memiliki tekstur yang kenyal, pipih dan kental serta berwarna cenderung kuning cerah, sehingga menambah keindahan sajian kuliner ini.
Selain itu masakan ini bisa disajikan dalam tiga jenis, yaitu mee goreng (kering), mee kuah, dan mee goreng basah. Sebagai pelengkap, sepiring mie Aceh akan ditaburi bawang goreng, kerupuk emping, timun, dan jeruk nipis.
Sejarah Singkat Mie Aceh
Keberadaan kuliner khas Beranda Makah tidak lepas dari pengaruh budaya asing. Saat itu, pelabuhan Kerajaan Aceh merupakan salah satu pelabuhan yang paling banyak dikunjungi para pedagang asing.
Para pedagang ini kemudian berasimilasi dengan penduduk setempat, yang selain menyebarkan agama Islam juga membawa cita rasa baru dalam masakan. Dalam buku berjudul “Masakan Bergizi Berbasis Budaya” karya Sunarto Kadir (2022), kentalnya kuah mie Aceh dipengaruhi oleh masakan India. Sedangkan mie sendiri berasal dari masakan Cina.
Penyajian Mie Aceh menggunakan daging kambing dan sapi tidak terlepas dari pengaruh nilai-nilai Islam di tanah Aceh. Sedangkan penambahan aneka hewan laut atau seafood di Mie Aceh dipengaruhi oleh letak geografis Aceh yang dikelilingi oleh lautan. Perpaduan budaya tersebut akhirnya melahirkan Mie Aceh sebagai kuliner khas ibu kota Banda Aceh.
Rumah Makan Mie Razali disebut-sebut sebagai pelopor legenda mie Aceh hingga sekarang. Dilansir dari buku “Sejarah Makanan dan Bumbu Legendaris Aceh” karya Analisa Tempo (2019) menyebutkan, Mie Razali sudah berjualan sejak tahun 1967.
Meski tidak menggunakan nama ‘mie Aceh’, hidangan mie bahan Razali ini dikenal luas sebagai pionir masakan mie Aceh yang masih bertahan hingga saat ini. Perpaduan mie cina dengan bumbu khas Aceh menjadi menu utama di tempat ini.
Mie yang digunakan sebagai bahan utamanya adalah mie hokkien atau mie lidi yang berbentuk silinder kecil seperti spageti. Mee Razali disajikan dengan daging, udang, cumi, ayam atau kepiting.
Mie kepiting pasti menjadi menu favorit pelanggan. Kuah yang menjadi ciri khas mie Aceh berwarna kemerahan, mengkilat, agak kecoklatan, dan berlumuran. Ketenaran restoran ini sebagai pelopor mie Aceh, membuat tempat ini ramai pengunjung dari berbagai daerah.
Kuliner mie aceh semakin dikenal seiring dengan perkembangan jalur perdagangan dunia saat itu. Para pedagang membawa mie Aceh sampai ke Jawa bahkan sampai ke semenanjung Malaysia. Mie Aceh sendiri kini menjadi sajian kuliner yang bisa ditemukan di mana saja, terutama restoran melayu atau Aceh.