Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat. Sungai ini mengalir sejauh 297 kilometer (km) yang bersumber dari Cekungan Bandung dan mengalir ke Laut Jawa.
Sungai ini hampir membelah Pasundan dengan mata air yang mengalir dari Gunung Wayang, sebelah selatan Kota Bandung. Dari Gunung Wayang, Citarum mengalir melewati dasar cekungan dan mengalir menuju Waduk Saguling. Kemudian mengalir ke pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Karawang.
Dilansir dari situs citarum.org, nama sungai ini berasal dari kata ‘Ci’ dan ‘Tarum’. Kata ‘Ci’ dipahami sebagai Cai yang berarti air, sedangkan istilah ‘Tarum’ berasal dari nama kerajaan Hindu tertua dan terbesar di Jawa Barat yaitu Tarumanegara.
Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-5 Jayashingawarman membangun desa kecil di tepi sungai. Ia membangun desa kecil di tepi sungai Citarum, perlahan desa kecil itu tumbuh menjadi Kerajaan Tarumanegara.
Terdapat tujuh mata air di kawasan aliran Citarum, yaitu Pangsiraman, Cikahuripan, Cikawedukan, Koleberes, Cihaniwung, Cisandane, dan Cisanti. Mata air Pangsiraman merupakan mata air terbesar. Orang sering mengunjungi mata air ini untuk melakukan ritual mandi dan meminta doa.
Sejarah Singkat Sungai Citarum
Sungai Citarum dulunya merupakan perbatasan antara dua kerajaan, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Awalnya Kerajaan Sunda bernama Kerajaan Tarumanegara. Namun, namanya diganti pada 670 M.
Kemudian, sejarah ini terulang kembali pada abad ke-15. Sungai Citarum digunakan sebagai batas administrasi antara Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Banyaknya peninggalan sejarah di Sungai Citarum membuktikan bahwa kerajaan ini memiliki wilayah administrasi yang cukup luas.
Menurut Deilla Dachlan dalam buku “Aliran Kehidupan di Sungai Citartum”, istilah ‘Tarum’ berarti sejenis tumbuhan yang menghasilkan warna ungu atau nila. Tingginya nilai ekonomi tanaman tarum di sepanjang aliran sungai menyebabkan banyak warga memanfaatkannya sebagai tempat perdagangan ekspor dari Tarumanegara.
Hal ini dikarenakan tarum atau nila merupakan pewarna biru yang sering digunakan untuk mewarnai jubah kerajaan, salah satunya adalah kaisar China.
Tidak hanya untuk warna biru, tanaman ini juga bisa digunakan untuk menghasilkan warna kuning dan merah. Pada masa itu, warna biru, kuning dan merah adalah warna yang paling populer. Pasalnya, ketiga warna tersebut memiliki arti khusus.
Biru merupakan simbol langit sekaligus warna yang paling sakral, sehingga bisa digunakan dalam upacara keagamaan kaisar. Warna merah merupakan simbol besi atau kekuatan. Warna ini biasanya digunakan pada saat perang, sedangkan warna kuning merupakan lambang tanah yang berarti pangkalan.
Sejarah Sungai Citarum juga terkait dengan legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Cerita rakyat ini terkait dengan terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu dan sungai ini. Sejak zaman dahulu, Sungai Citarum telah berperan penting terutama bagi kehidupan manusia.
Daerah Rawan dan Terkontaminasi Bencana
Sungai Citarum sering dikaitkan dengan bencana banjir termasuk banjir Jakarta. Padahal, banjir ini pernah melanda zaman kerajaan Tarumanegara di peradaban masyarakat Sunda.
Pada zaman Maharaja Purnawarman yang memerintah pada tahun 317-356 Saka atau 395-434 Masehi, pengerukan Sungai Citarum dilakukan sebagai upaya mengantisipasi banjir.
Kemudian sekitar 105.000 tahun yang lalu aliran Citarum terhalang oleh letusan dahsyat Gunung Sunda yang kemudian membentuk Danau Bandung Purba. Kemudian permukaan air danau semakin lama semakin tinggi, diketahui sekitar 36.000 tahun yang lalu permukaan danau tertinggi mencapai 725 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Letusan Gunung Tangkubanparahu (anak Gunung Sunda) menyebarkan materialnya ke arah selatan hingga mendekati Citarum di sekitar Air Terjun Jompong sekarang. Material tersebut kemudian memenuhi lembah yang menyebabkan danau raksasa terbelah menjadi dua, Danau Purba Bandung Barat dan Danau Purba Bandung Timur.
Dilansir dari pagekonkonservadas.fkt.ugm.ac.id, Sungai Citarum menyandang predikat sebagai salah satu kawasan paling tercemar di dunia pada 2018. Bahkan pada 2013 lalu, Green Cross Switzerland dan Blacksmith Institute menegaskan bahwa Sungai Citarum adalah salah satunya. tempat paling tercemar dan paling kotor di dunia.
Aliran air di sepanjang sungai mengalami penurunan kualitas akibat tingginya erosi dan meningkatnya pencemaran dari kotoran ternak, limbah rumah tangga dan limbah pabrik. Berbagai senyawa beracun pun muncul di Sungai Citarum yang tentunya berdampak buruk bagi masyarakat sekitar.
Namun kini Sungai Citarum telah berhasil melepaskan gelar tersebut, dan kualitas air yang mengalir di sungai ini semakin baik.